Merawat motor tua bukanlah tugas mudah. Dibutuhkan komitmen tinggi, pengetahuan mekanik yang mumpuni, dan kesabaran ekstra agar kendaraan klasik tetap dalam kondisi prima. Ini adalah realita yang dihadapi para pecinta motor antik, termasuk anggota Motor Antik Club Indonesia (MACI) Jakarta Raya. Mereka dengan tekun menjaga mesin-mesin tua, bahkan dari era sebelum 1960, tetap berfungsi.
Tantangan Merawat Motor Antik
Perawatan motor antik berbeda signifikan dengan motor modern. Keterbatasan suku cadang dan usia material kendaraan menjadi kendala utama.
Yanto Bruno, Wakil Ketua MACI Jakarta Raya, menjelaskan strategi perawatan yang diterapkan komunitasnya. Kreativitas menjadi kunci; komunitas seringkali memanfaatkan suku cadang dari motor lain (“cannibal”), mengandalkan bengkel bubut, atau bahkan membuat sendiri komponen pengganti.
Metode perawatan bervariasi di tiap daerah. Ini merupakan solusi adaptif mengingat tantangan yang dihadapi.
Mencari Material Pengganti Berkualitas
Mencari material pengganti yang setara dengan kualitas part asli menjadi tantangan besar. Motor-motor tua produksi Eropa dan Amerika dikenal dengan material yang sangat awet.
Ketahanan material inilah yang memungkinkan motor-motor tersebut masih beroperasi hingga puluhan tahun kemudian. Yanto mencontohkan, ada motor dari tahun 1939 yang masih berfungsi hingga sekarang. Ini membuktikan kualitas material yang luar biasa.
MACI: Melestarikan Sejarah Otomotif
Banyak anggota MACI mewarisi motor antik dari generasi sebelumnya, baik dari kakek atau orang tua. Ada juga yang membeli sendiri karena kecintaan terhadap motor klasik.
Meskipun harganya cenderung tinggi, motor klasik tetap diminati para kolektor dan penggemar sejarah otomotif. Namun, bagi Yanto, harga bukanlah faktor utama. Semangat hobi yang kuat mengalahkan pertimbangan harga.
Asal Usul MACI
MACI, yang dulunya bernama Motor Antik Club (MAC), didirikan di Jawa Barat pada tahun 1976. Berkembangnya jumlah anggota dari berbagai daerah di Indonesia kemudian mendorong perubahan nama menjadi Motor Antik Club Indonesia (MACI) pada tahun 1994.
MACI kini menjadi wadah nasional bagi pecinta motor tua di seluruh Indonesia. Organisasi ini berperan penting dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya otomotif.
Yanto sendiri merawat tiga unit motor antik – Villiers, Ariel, dan Matchless – secara mandiri. Baginya, merawat motor tua bukan hanya sekadar merawat kendaraan, melainkan juga melestarikan sejarah dan budaya otomotif yang hampir punah. Upaya ini membutuhkan dedikasi dan keahlian khusus yang patut diapresiasi. Keberadaan komunitas seperti MACI sangat penting dalam menjaga warisan berharga ini tetap lestari untuk generasi mendatang.