Moeldoko Desak Transparansi Pemerintah Soal Subsidi Motor Listrik

Persatuan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo) mendesak pemerintah untuk melanjutkan insentif kendaraan listrik yang berakhir pada Desember 2024. Ketua Umum Periklindo, Moeldoko, menyatakan bahwa penghentian insentif tersebut menyebabkan penurunan permintaan kendaraan listrik di Indonesia. Konsumen menunda pembelian karena menunggu kejelasan kebijakan fiskal pemerintah.

“ (Peminat) motor listrik semakin tinggi. Tapi begitu subsidi itu masih menjadi tanda tanya, maka sekarang para pembeli berhenti menunggu kebijakan pemerintah. Di situlah penting kebijakan fiskal untuk bisa menggerakkan market,” tegas Moeldoko di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (29/4).

Moeldoko menekankan pentingnya segera mengumumkan kebijakan fiskal, mengingat sudah memasuki bulan kelima tahun 2025. Sudah hampir setengah tahun pasar kendaraan listrik berjalan tanpa insentif harga. Ia menambahkan bahwa insentif fiskal sangat penting untuk menstimulasi pembelian kendaraan listrik, baik dari sisi konsumen maupun pelaku usaha.

“Kebijakan fiskal memberikan stimulasi atas keinginan masyarakat untuk membeli mobil listrik itu sendiri. Ada semangat. Kalau nggak ada insentif, nggak ada semangat. Dunia usaha juga kurang semangatnya. Tapi begitu ada insentif fiskal, maka semuanya akan bergerak,” jelasnya.

Perlu Perbaikan Regulasi Teknis

Selain insentif fiskal, Moeldoko juga menyoroti perlunya penyederhanaan regulasi teknis. Regulasi yang rumit dan berbelit akan mempersulit industri dan mengurangi daya saing produk dalam negeri.

“Yang kedua, perlunya kebijakan technical regulation. Para pemilik otoritas harus betul-betul memikirkan bagaimana technical regulation itu disusun dalam sebuah kebijakan yang simpel, yang mudah. Jangan memberatkan,” tambahnya.

Kebijakan Subsidi Kendaraan Listrik: Perubahan Skema

Pemerintah, melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin), telah menyatakan akan melanjutkan insentif kendaraan listrik pada tahun 2025. Namun, skema insentif akan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.

Insentif berupa diskon langsung sebesar Rp 7 juta per unit akan dihapus. Sebagai gantinya, pemerintah akan menerapkan skema Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di atas harga jual (DTP). Perlu diingat, sejak 1 Januari 2025, kendaraan listrik dikenakan PPN 12 persen.

Perubahan skema ini diharapkan dapat tetap mendorong penjualan kendaraan listrik, meskipun tanpa diskon langsung yang besar. Namun, efektivitas skema PPN DTP dalam merangsang pasar masih perlu dipantau dan dievaluasi secara berkala.

Tantangan Industri Kendaraan Listrik Indonesia

Industri kendaraan listrik di Indonesia menghadapi beberapa tantangan, di antaranya ketersediaan infrastruktur pengisian daya (SPKLU) yang masih terbatas, harga baterai yang masih relatif tinggi, serta kesadaran masyarakat akan pentingnya kendaraan ramah lingkungan yang belum merata.

Pemerintah perlu terus berupaya untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut agar industri kendaraan listrik di Indonesia dapat berkembang pesat dan berkelanjutan. Hal ini meliputi perluasan infrastruktur pengisian daya, pengembangan teknologi baterai yang lebih efisien dan terjangkau, serta kampanye edukasi publik mengenai manfaat kendaraan listrik.

Selain itu, kerjasama antara pemerintah, industri, dan akademisi sangat penting dalam mendorong inovasi dan pengembangan teknologi kendaraan listrik di Indonesia. Dengan kolaborasi yang kuat, diharapkan Indonesia dapat menjadi pemain utama di pasar kendaraan listrik global.

Gambar Ketua Umum Periklindo, Moeldoko, menyertai artikel ini.

Kesimpulan: Permintaan akan kendaraan listrik di Indonesia terhambat oleh ketidakpastian kebijakan insentif pemerintah. Perlu adanya komitmen yang jelas dari pemerintah untuk melanjutkan dukungan terhadap industri kendaraan listrik melalui kebijakan fiskal yang tepat dan penyederhanaan regulasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *