Asosiasi pengemudi ojek online (ojol) menyampaikan ultimatum kepada pemerintah. Mereka mengancam akan kembali menggelar demonstrasi besar-besaran jika tuntutan penurunan tarif aplikasi tidak dipenuhi.
Permintaan penurunan tarif aplikasi dari 20 persen menjadi 10 persen ini telah lama disuarakan oleh para pengemudi ojol. Hingga saat ini, pemerintah dan perusahaan aplikasi belum memberikan solusi yang memuaskan.
Desakan Penurunan Tarif Aplikasi Ojol
Ade Armansyah, perwakilan Kelompok Korban Aplikator, menegaskan bahwa penurunan tarif aplikasi merupakan tuntutan utama para pengemudi. Mereka berharap pemerintah segera turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Ade menyatakan tidak keberatan dengan rencana DPR untuk merancang Undang-Undang Angkutan Online. Namun, ia menekankan perlunya tindakan pemerintah untuk mengatur tarif potongan aplikasi terlebih dahulu. Hal ini dianggap sebagai solusi yang lebih efektif dan cepat.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR pada Rabu (21/5), Ade menyampaikan harapannya agar pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan, menetapkan batas maksimal potongan tarif aplikasi sebesar 10 persen. Ia meyakini langkah ini akan mengakhiri demonstrasi yang dilakukan oleh para pengemudi ojol.
Ancaman Aksi Lebih Besar Jika Tuntutan Tak Dipenuhi
Raden Igun Wicaksono, Ketua Umum Garda Indonesia, mengungkapkan ancaman aksi demonstrasi yang lebih besar jika tuntutan penurunan tarif aplikasi tidak dipenuhi. Mereka memberi tenggat waktu hingga akhir Mei 2025.
Igun menegaskan, ketidakjelasan dan penundaan terus-menerus dalam mengatasi permasalahan ini tidak akan ditolerir lagi. Pemerintah diharapkan memberikan keputusan yang tegas dan segera.
Tanggapan DPR dan Permasalahan Biaya Tambahan
Adian Napitupulu, anggota Fraksi PDIP, menyatakan dukungannya terhadap tuntutan para pengemudi ojol. Ia berpendapat bahwa penyelesaian masalah potongan biaya aplikasi harus diprioritaskan sebelum pembahasan rancangan undang-undang.
Adian menyinggung Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1001 Tahun 2022 yang membatasi potongan aplikasi maksimal 20 persen. Namun, aplikator seringkali menerapkan biaya tambahan lain, seperti biaya layanan atau biaya aplikasi, yang secara keseluruhan bisa mencapai hampir 50 persen dari total transaksi.
Ia mempertanyakan dasar hukum dari biaya-biaya tambahan tersebut. Potongan biaya yang tinggi, misalnya Rp 15.000 dari total tagihan Rp 36.000, dianggap merugikan para pengemudi ojol. Transparansi dan kepastian hukum terkait biaya-biaya ini sangat diperlukan.
Foto rapat Komisi V DPR dan perwakilan driver ojol yang membahas RUU Transportasi Online pada Rabu (21/5/2025) menunjukkan keseriusan permasalahan ini. Para pihak terkait perlu segera mencari solusi yang adil dan menguntungkan semua pihak.
Kesimpulannya, permasalahan tarif aplikasi ojol masih menjadi polemik yang perlu segera diselesaikan. Tekanan dari asosiasi pengemudi dan dukungan dari DPR menjadi momentum penting bagi pemerintah untuk mengambil langkah tegas dan transparan dalam mengatur tarif aplikasi, sehingga tercipta keseimbangan antara kepentingan pengemudi dan perusahaan aplikasi.